Sejarah Singkat Desa Tangkas
Pada jaman dahulu tersebutlah seorang Pangeran yang bernama Pangeran Tangkas , di ceritakan beliau adalah seorang Pangeran yang gagah berani serta sakti mandraguna. Beliau datang berlayar dari Pulau Jawa menuju Pulau Bali dan berlabuh dipesisir selatan Pulau Bali sebuah Desa yang bernama Desa Jimbaran
Pada waktu itu Pulau Bali di perintah dan di kuasai oleh seorang Raja yang tidak tunduk pada Pemerintahan Majapahit , Kerajaan Majapahit pada waktu itu dipimpin oleh seorang Raja yang bernama Hayam Wuruk. Di karenakan pada sat itu Raja yang berkuasa di Bali tidak mau tunduk, maka Raja Majapahit ( Hayam Wuruk ) Angkat perang untuk memerangi Raja Bali tersebut.
Ketika Majapahit akan menyerang Bali, maka Laskar Bali ( Angkatan perang kerajaan bali ) sudah mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan bala tentara Majapahit yang telah berkumpul di sebelah timur daerah Gelgel. Beberapa Arya (Senopati/Panglima Perang) angkatan perang Majapahit mengepung Laskar Bali, penyerangan dari arah selatan di pimpin oleh Pangeran Tangkas dan, dari barat di pimpin oleh Arya Damar.
Dari sekian banyak pasukan yang menyerang Laskar Bali dalam pertempuran tersebut, Laskar atau Pasukan Perang yang di pimpin oleh Pangeran Tangkas yang tiba terlebih dahulu dalam peperangan dan berhasil menundukkan Laskar Bali. Kemudian atas jasa beliau , maka Raja menganugrahkan kepada Pangeran Tangkas sebuah daerah disebelah timur Gelgel yang disebut Desa Tangkas, kemudian beliau pergi ke daerah tersebut dengan mengendarai seekor kambing.
Setelah sampai di tempat yang dituju kambing tersebut di kutuk / pastu menjadi batu yang diberi nama Batu TANGKASA ( takapan ), lama kelamaan setelah beliau menetap tinggal dan bertahta di Tangkas, beliau mengambil istri dan hasil dari perkawinan tersebut melahirkan seorang putra bernama I Gusti Ngurah Kluwung sakti.
Di ceritakan kembali suasana di kerajaan Gelgel, bahwa beliau banyak memelihara ayam aduan ( Kurungan ) yang di pelihara oleh petugas khusus di Kerajaan. Dari sekian banyak ayam aduan tersebut, diantaranya ada yang terbaik yang menjadi kesayangan sang Raja. Nah, pada suatu hari ayam kesayangan tersebut hilang, kehilangan ayam tersebut, beliau menjadi marah besar, karena unsur kecurigaan sang Raja kepada gembala ayamnya/tukang kurung ayam (bernama Gede Ngurah Halak) dan ingin membunuhnya akan tetapi Raja tidak berkeinginan membunuh Gembala Ayam tersebut secara langsung, maka Sang Raja menulis surat untuk diserahkan kepada Pangeran Tangkas di Karang Kepatihan (Desa Tangkas), adapun isi surat tersebut adalah “Barang siapa yang membawa surat ini harap di bunuh”.
Setelah sampainya Gembala Ayam tersebut di sebelah barat Tangkas dan bertemu dengan I Gusti Ngurah Kacang Pawos (abdi Raja), kemudian surat tersebut dibaca karena diketahui apa maksud dari surat tersebut, maka Gusti Ngurah Kacang Pawos menyuruh agar utusan tersebut (Gembala Ayam) memberikan langsung kepada Pangeran Tangkas, dikarenakan Pangeran Tangkas sedang beristirahat lalu dititipkanlah surat tersebut kepada I Gusti Ngurah Kluwung Sakti (anak dari Pangeran Tangkas).
Ketika Pangeran Tangkas bangun dari tidurnya, tanpa banyak bicara I Gusti Ngurah Kluwung Sakti (Anak Pangeran Tangkas) menyerahkan surat tersebut langsung kepada Pangeran Tangkas . Setelah dibaca dan di mengerti dari isi surat tersebut, maka karena saking setia dan baktinya kepada Dalem Gelgel ( Sang Raja ) , akhirnya Pangeran Tangkas membunuh Putranya sendiri bersama dengan kuda kesayangannya yang sakti. Karena saking sayang dan cintanya Pangeran Tangkas kepada anaknya, maka di tempat kejadian tersebut, beliau mendirikan sebuah Tempat Suci/Pura yang sampai sekarang di beri nama Pura Dalem Pelinggihan atau di kenal Pura Dalem Alit, yang berada di Desa Tangkas ( Sebagai tempat suci / Sungsungan ).
Di ceritakan suasana di Kerajaan Gelgel bahwa setelah Raja (Dalem Gelgel) mengetahui kejadian tersebut, maka di panggillah Pangeran Tangkas untuk hadir menghadap Sang Raja tapi Pangeran Tangkas tidak datang, kedua kalinya dipanggil Raja tetap Pangeran Tangkas tidak datang dan setelah Sang Raja memanggil Pangeran Tangkas yang ketiga kalinya barulah Pangeran Tangkas datang menghadap Sang Raja (Dalem Gelgel).
Kemudian Raja menjelaskan maksud dari surat tersebut, mendengar hal tersebut Pangeran Tangkas pun mengerti. Sang Raja pun sedih dengan kejadian tersebut, belasungkawa Sang Raja yang sangat dalam atas peristiwa tersebut, untuk menghilangkan kesediahan Pangeran Tangkas maka Dalem Gelgel/Raja menganugrahkan kepada Pangeran Tangkas seorang Permaisurinya yang sudah hamil muda. Setelah diterima oleh Pangeran Tangkas, maka bersabdalah Sang Raja bahwa “Bila kelak anak itu lahir, harap diberi nama Tegeh Kori Agung”.
Dan ternyata lahir seorang perempuan dari Permaisuri yang dianugrahkan oleh Raja kepada Pangeran Tangkas. Setelah dewasa Putri tersebut di kawinkan dengan saudaranya yang ada di Gelgel bernama Pasek Gelgel. Sehingga dengan jalinan perkawinan tersebut sebagai penghormatan terhadap beliau Putri Pangeran Tangkas, maka dibuatkanlah Tempat Suci/Pelinggih di Gelgel dengan nama Pura Ibu Tangkas.
Semenjak jaman Raja-raja di Bali, kemudian jaman penjajahan belanda setelah Perang Puputan Klungkung, dan kemudian jaman Kemerdekaan, Desa Tangkas merupakan daerah yang makmur karena kesuburan tanahnya dan geografi yang di apit oleh Kali Unda.
Malang tak dapat di tolak untung tak dapat di raih, pada Tahun 1963 Gunung Agung yang merupak Gunung terbesar dan tertinggi di Bali meletus memuntahkan laharnya serta melanda seluruh Desa Tangkas serta Desa – Desa sekitar, dimana mengakibkan hancur dan leburnya serta ratanya seluruh bangunan, Pura serta sawah – sawah masyarakat Desa.
Setelah kejadian tersebut, kehidupan masyarakat Desa Tangkas berubah yang dulunya bertani karena banyak sawah – sawah beralih menjadi pencari pasir dan batu.
Desa Tangkas terdiri dari 4 (empat) Dusun diantaranya :
1.Dusun Tusan
2.Dusun Peken
3.Dusun Meranggen
4.Dusun Ambengan
Sejarah adalah merupakan serentetan peristiwa pada jaman lampau, jaman sekarang dan masa yang akan datang, yang benar-benar terjadi dan dapat dibuktikan kebenarannya baik berupa benda-benda, prasasti, babad dan bukti lainnya yang mendukung terjadinya sejarah tersebut. demikian juga dengan keberadaan Desa Tangkas itu sendiri.